Pada akhir rapat, kata Sugondo Joyopuspito, Supratman memperdengarkan lagu “Indonesia Raya” dengan biola.
Kata Sugondo:
‘Bis, bis’, kata hadirin sambil bertepuk tangan. Dan rapat berakhir tapa insiden. Punt, titik, tidak ada putusan apa-apa mengenai lagu gubahan Soepratman. Barangkali Komisaris Polisi yang pada rapat pertama bersikap keras itu mendapat nasihat dari pokrul jenderal (jaksa agung Hindia Belanda) untuk bersikap lunak menghadapi pemuda-pemuda.
Scroll untuk membaca
Scroll untuk membaca
Oohya! Baca juga ya:
Meliput Kongres Pemuda, WR Supratman Dapat Inspirasi untuk Lagu 'Indonesia Raya'
Bukan Sin Po yang Memuat Pertama Kali Lagu 'Indonesia Raya', Melainkan Koran di Bandung
Lagu “Indonesia Raya” mendapat sambutan positif di Kongres Pemuda. Supratman senang karenanya, dan melaporkannya kepada atasannya di Sin Po.
Kata Kwee Tek Beng yang menjadi pemimpin redaksi Sin Po sejak 1925:
Kita masi inget bagimana ia sataoe hari naek ka loteng Sin Po dengan terbirit-birit dan dengan goembira kasi kita taoe bahoewa ia poenja lagoe Indonesia Raja ditrima baek dan selandjoetnja aken dipandang sebagi lagoe kebangsahan.
Oleh PNI, “Indonesia Raya” memang lantas dinyatakan sebagai lagu kebangsaan. Setelah dibawakan di Kongres Pemuda Indonesia Kedua, "Indonesia Raya" juga dibawakan di berbagai acara setelahnya.
Namun, ada yang menyebut lirik lagu “Indonesia Raya” digubah oleh Muh Yamin. Kata “tanah air” dan “tanah tumpah darah” di masa itu diyakini baru Muh Yamin yang memakainya. Yamin pernah mencipta puisi mengenai tanah air. Benarkah anggapan ini?
Dalam laporannya mengenai Kongres Pemuda Indonesia Pertama, Supratman mengutip kata yang diucapkan Tabrani. Yaitu moederland, yang bisa diartikan sebagai “ibu pertiwi”, “tanah air” atau “tanah tumpah darah”.
Pada tahun 1916, Tjokroaminoto menyebut “onzen gerboortegrond”, yang bisa diartikan sebagai “tanah kelahiran kita” atau “tanah tumpah darah kita”. Saat itu, Tjokroaminoto masih menyebut “onzen geboortegrond, Nederlandsch Indie”, “Tanah tumpah darah kita, Hindia Belanda”. Sedangkan Tabrani menyebut “ons dierbaar moederland, Indonesie”, “Tanah tumpah darah kita tercinta, Indonesia”.
Di Kongres Pemuda Indonesia Pertama ini Yamin kebagian soal bahasa dan sastra. Karenanya, ia lebih fokus bercerita mengenai sastra, kebudayaan, dan bahasa. Terutama bahasa-bahasa “yang dapat dianggap patut sebagai bahasa persatuan sebagai persiapan lahirnya negara Indonesia”.
Di Kongres Pemuda Indonesia Pertama ini Yamin kebagian soal bahasa dan sastra. Karenanya, ia lebih fokus bercerita mengenai sastra, kebudayaan, dan bahasa. Terutama bahasa-bahasa “yang dapat dianggap patut sebagai bahasa persatuan sebagai persiapan lahirnya negara Indonesia”.
Dokter Soetomo juga memunculkan slogan “hidup” yang dijadikan salam, yang di dekade 1930-an sudah dipakai di kalangan bangsa Indonesia. WR Supratman mengabadikannya dalam syair lagu “Indonesia Raya” yang ia ciptakan: “Hiduplah Tanahku, Hiduplah Negeriku, Bangsaku, Rakyatku, Semuanya” lalu ditutup dengan “Hiduplah Indonesia Raya”.
Slogan “hidup” itu, menurut Soeara Oemoem, didasari keyakinan terhadap kekuatan diri sendiri untuk sanggup berkembang lebih baik ketika ada kesempatan dan tepat waktunya.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
Doea Poeloe Tahon Sebagi Wartawan karya Kwee Tek Beng (1948).
“Kemungkinan-kemungkinan Masa Depan Bahasa-bahasa dan Sastra Indonesia” karya Muh Yamin dalam Laporan Kongres Pemuda Indonesia Pertama di Weltevreden 1926 (1981).
Persatoean Indonesia, 1 November 1928.
Sin Po/Darmo Kondo, 9 Mei 1926.
Soeara Oemoem, 28 Juni 1938
Verslag van het Eerste Indonesisch Jeugdcongres Gehouden te Weltevreden van 30 April tot 2 Mei 1926.
“Zelfbestuur, Pidato pada Kongres Nationaal Sarekat Islam I, di Bandoeng, 17-14 Juni 1916” karya OS Tjokroaminoto dalam Aku Pemuda Kemarin di Hari Esok (1981).
from "lagu" - Google Berita https://ift.tt/BKoUwtN
via IFTTT
from Update Saji https://ift.tt/U20FAjX
via IFTTT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar